Bersama kesedihan, adakah kebahagiaan?
Jika bersama kesulitan pasti ada kemudahan, maka apakah bersama kesedihan pasti ada kebahagiaan?
Bagaimana dengan luka yang diobati, apakah akan hilang atau bukannya pasti membekas? Lalu bagaimana dengan bekas luka itu?
Semakin larut, malam menjadi semakin tenang dan hening. Seketika kumenoleh kesamping kananku. Sosok yang sangat kusayang sekaligus kuhormati. Baru kali ini, aku merasakan malam yang benar-benar panjang. Malam bahagia karna polah ‘si harapan kecil kita’ yang mungkin dia sudab ingin keluar, dan juga malam sedih atau lebih tepatnya kusebut sendu, karna kacaunya pikiran dan batinku.
Apa itu? Beragam! Dan tepat saat itulah aku merasa jauh dengan Tuhanku.
Maka kesedihan, membuatku semakin sendu dan juga pilu ditiap hembusan nafas malam. Tanpa sadar membuka luka-luka lama dan pada akhirnya hanya menambah sakit di relung hati. Menikah pada dasarnya belajar adaptasi seumur hidup. Namun terkadang aku lupa dengan itu dan justru menyiksa diri dengan memendam keluh kesah. Hingga tak terasa jatuh sakit dan rasa sedih yang tak berujung.
Bahagialah karna ada lelaki yang menawarkan diri untuk bertanggung jawab atas dirimu. Menerima keluguanmu, amarahmu, keluhmu, dan apa yang ada dalam dirimu. Bodohnya, kita lupa dan egois. Fana akan waktu yang sudah dijalani bersama. Dari awal ia memperjuangkanmu hingga hidup membersamaimu.
Dan malam ini,
Aku terlelap
Setelah semua kekacauan pikiran dan batin, kuhentikan dengan hati serta ucapan Ikhlas.
Aku akan terus mencintaimu sayangku.