Konservasi Bambu
Bambu memiliki perhatian lebih terkait nilai ekonomi dan lingkungan. Di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, bambu sangat erat kaitannya dengan budaya serta pengetahuan lokal dalam pemanfaatannya seperti membuat rumah, berladang, bertani, agroforestri, dan perlengkapan rumah tangga. Perkembangan industri bambu menawarkan kesempatan baru untuk memelihara dan mengembangkan tradisi/budaya terkait budidaya, panen, dan pemanfaatan bambu. Walaupun bambu tumbuh secara alami, ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu produksi dan konservasi.
Pengetahuan masyarakat lokal dalam budidaya bambu hanya berlaku pada skala kecil. Sedangkan bambu akan tumbuh sangat baik di kawasan hutan dan hasilnya mencapai skala besar (Lobovikovetal 2007).
Konservasi biodiversitas merupakan tahap penting dalam memecahkan masalah pengurangan kemiskinan dan perkembangan berkelanjutan. Akan tetapi konservasi saat ini teradopsi secara menyeluruh, pendekatan ekosistem yang memperhitungkan jumlah spesies, habitatnya, dan lanskap. Bambu adalah tumbuhan yang berbeda dan menarik serta memiliki nilai dan kegunaan yang luas. Bambu memiliki peran penting dalam konservasi biodiversitas dan berkontribusi dalam manajemen tanah dan air. Bambu juga penting untuk produksi biomassa dan menambah ekonomi lokal maupun dunia. Konservasi dan manajemen berkelanjutan pada populasi bambu liar adalah
prioritas tinggi terutama tempat yang memiliki keanekaragaman tinggi atau adanya deforestasi dengan ancaman signifikan. Sumber-sumber untuk penelitian bambu sangatlah terbatas. Kebutuhan untuk menargetkan keefektifan sumberdaya penelitian bambu, telah menghasilkan pendanaan internasional yang berfokus pada 38 spesies prioritas. Adapun spesies-spesies tersebut penting secara komersial dan tersebar distribusinya. Sehingga penelitian pada biodiversitas dan konservasi hutan bambu masih sangat terbatas (Bystriakova et al 2003).
Terdapat 90 marga bambu dan sekitar 1200 spesies bambu di dunia. China merupakan negara dengan biodiversitasbambu tertinggi di Asia dengan lebih dari 500 spesies, kemudian diikuti oleh Jepang, India, Indonesia, Myanmar, dan Malaysia. Di Myanmar, produksi jenis Melocanna bambusoides mengalami penurunan dari 51.3 % di tahun 1990 menjadi 36.2% di tahun 2000 yang diakibatkan adanya over-exploitation. Di Indonesia produksi bambu secara komersial mengalami penurunan dari 13 juta ton di tahun 1990 menjadi 10 juta ton di tahun 2005 (Lobovikov et al. 2007). Adapun menurut Bystriakova et al. (2003), terdapat 16 jenis bambu terdaftar dalam IUCN Red List of Threatened Plants (terancam) dan jenis-jenis bambu tersebut berasal dari regional Asia-Pasifik. Di India, 25-30 jenis bambu termasuk langka dan berpotensi terancam dan mungkin sekitar setengah dari semua jenis bambu di duniab erpotensi terancam.
Saat ini teknik konservasi in-situ adalah yang paling baik untuk melindungi populasi bambu sedangkan teknik konservasi ex-situ tidak praktis untuk bambu. Biji bambu jarang dihasilkan dan meimiliki viabilitas yang rendah. Teknik perkebunan sulit untuk meningkatkan dan melindungi pada skala yang cukup besar. Oleh karena itu, daerah yang memiliki tinggi keanekaragaman jenis bambu namun berpotensi tekena resiko, harus menjadi salah satu prioritas tertinggi untuk tindakan dalam mengamankan keberadaan populasi bambu liar dan meningkatkan basis pengetahuan konservasi dan manajemen (Bystriakovaetal 2003).
Referensi pustaka sengaja tidak dicantumkan.