Cerita Makhluk Hidup,  Cerita Menanam

Bahan dan Metode dalam Penelitian Etnobotani

Setelah memahami arti etnobotani, ketika akan riset perlu diperhatikan bahan dan metode yang harus disiapkan terutama bagi pemula, sehingga harus betul-betul lengkap peralatan guna rekam data. Beberapa akan saya tulis metode penelitian serta prosedur kerja yang paling umum digunakan oleh peneliti etnobotani.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mix methode mixed methods (kualitatif dan kuantitatif) yaitu dengan kualitatif sebagai prioritas (Creswell 2009). Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui pengetahuan emik dalam memahami keanekaragaman jenis, pemanfaatan, dan pengelolaan bambu oleh masyarakat Desa Karangwangi. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui presentase dalam kepemilikan bambu di lahan/kebun; jenis yang paling sering dimanfaatkan; organ pada bambu yang paling sering dimanfaatkan; jenis pemanfaatan; waktu tanam dan tebang bambu; lokasi perolehan bambu; harga beli dan jual bambu; dan didapatnya pengetahuan tentang jenis, pemanfaatan, dan pengelolaan. Menurut Waluyo (2004), peneliti hendaknya mampu memilih pendekatan yang tepat sesuai dengan kapasitas, dana, dan waktu yang tersedia. Selain itu faktor kejujuran, ketekunan, ketelitian, ketelatenan, dan sifat superlatif lainnya harus dimiliki oleh seorang peneliti. Pendekatan kulitatif dan kuantitatif dapat dirancang untuk dikombinasikan (mixed-methods studies) dalam penelitian konservasi alam untuk memperoleh gambaran yang saling melengkapi secara menyeluruh tentang topik menarik yang dikaji peneliti (Newing et al. 2011).

  Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara (terstruktur dan semi-struktur), observasi pasrtisipatif di lapangan, koleksi, identifikasi, dan analisis vegetasi. Wawancara dilakukan semi-struktur dengan beberapa informan kunci dan secara terstruktur terhadap beberapa responden (Martin 1995 dalam Waluyo 2004). Pada observasi partisipatif dilakukan pengumpulan sampel jenis-jenis tanaman yang ada pada lokasi penelitian. Setiap jenis diidentifikasi dan dibuat folk classification (Berlin et al. 1973; Diamond dan Bioshop 1999 dalam Iskandar 2012). 

WAWANCARA TERSTUKTUR

Teknik wawancara terstruktur (standardized interview) dilakukan karena data dan informasi yang diperlukan, diberi perlakuan tertentu pada objek dan dilakukan secara terkontrol (Waluyo, 2004). Teknik ini menggunakan lembaran kuisioner terhadap para responden yang telah dipilih secara acak dengan menggunakan rumus statistik. Adapun analisis data menggunakan analisis statistik sederhana. Menurut Lynch et al (1974) dalam Iskandar (2012) untuk menentukan jumlah responden digunakan rumus sebagai berikut:

WAWANCARA SEMI STRUKTUR

Teknik wawancara semi struktur (open-ended interview) yaitu wawancara mendalam terhadap informan kunci dengan menggunakan pedoman wawancara, berupa topik-topik yang akan digali dengan cara didiskusikan secara mendalam dengan informan (Martin 1995 dalam Waluyo 2004). Adapun analisis data berupa narasi deskripstif analitis. Wawancara ini dilakukan untuk memeperoleh data mengenai bagaimana pemanfaatan jenis-jenis bambu yang digunakan serta cara pengolahan maupun pengelolaannya.

Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive berdasarkan kompetensinya (competence) dengan mempertimbangkan keragaman triangulasi.   Pada umumnya informan-informan yang baik adalah orang-orang yang mudah diajak bicara, mengerti tentang informasi yang kita inginkan, dan sangat senang memberikan informasi pada pada pewawancara/peneliti (Bernard 1994 dalam Iskandar 2012).

OBSERVASI PARTISIPATIF

Pada metode ini, peneliti harus banyak berdiskusi dengan penduduk, banyak mengamati apa yang dikerjakan penduduk, dan banyak terlibat dengan penduduk dalam berbagai pekerjaan sehari-hari. Dengan melakukan observasi pastisipasi, peneliti tahu bagaimana penduduk lokal menerapkan teorinya dalam praktik (Martin 1995 dalam Iskandar 2012).

EKSPLORASI DAN KOLEKSI

Eksplorasi dan koleksi dilakukan untuk memverifikasi jenis-jenis tanaman. Metode koleksi dilakukan dengan cara mengumpulkan bagian-bagian tumbuhan dan membuat spesimen herbarium (koleksi kering).

Berikut langkah-langkah pembuatan herbarium (Simpson 2006):

  1. Spesimen diambil selengkap mungkin kemudian data-datanya dicatat selengkap mungkin karena nantinya bagian-bagian tersebut akan berubah warnanya menjadi coklat jika sudah kering.
  2. Spesimen dicatat dan diberi label dengan etiket gantung menggunakan pensil agar tidak hilang atau luntur yang bertuliskan nama spesimen kolektor tunggal.
  3. Kertas koran yang telah berisi spesimen dimasukkan dalam plastik besar dan disiram dengan spirtus agar tidak membusuk dan daunnya tidak mudah rontok.
  4. Kantung plastik dibungkus dengan rapat selama proses pengeringan, agar spirtus tidak menguap.
  5. Proses pengepresan dengan menggunakan sasak atau menggunakan papan kayu yang diantaranya diberi kardus dan seng bergelombang agar panasnya merata dan spesimen tidak menjadi rusak dan rata.
  6. Spesimen dikeringkan dengan cara dijemur dibawah terik matahari.
  7. Spesimen yang sudah kering dilengkapi datanya dari lapangan (Kolekstor) yang meliputi nama ilmiah, nama daerah, tempat koleksi, dan catatan-catatan yang diperlukan sebagai penjelas misalnya warna asli dan habitus pada etiket tempel.

8) Penempelan spesimen yang sudah dikeringkan selanjutnya ditempelkan di kertas acid free berukuran A3.

PEMBUATAN PERTELAAN DAN FOLK CLASSIFICATION

Berdasarkan ciri yang diperoleh dapat disusun pertelaan dan kunci identifikasi dari jenis-jenis bambu yang dimanfaatkan. Pertelaan disusun berdasarkan ciri yang diperoleh dari sifat umum ke khusus, dari bawah ke atas, dan dari luar ke dalam.

Adapun pembuatan folk-classification bambu berdasarkan taksonomi dan nomenklatur masyarakat.

Referensi sumber sengaja tidak dicantumkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!