Sumber Informasi dari Selebgram atau Ahli, Mana yang Lebih Kita Percaya?
Sebelumnya aku menulis tentang mengapa manusia cenderung hanya mendengar apa yang ingin dia dengar. Kemudian pertanyaan selanjutnya, apakah informasi yang hanya ingin didengar memiliki sumber yang akurat. Mungkin iya, mungkin lebih banyak tidaknya. Di masa digital seperti ini, keakraban kita dengan media sosial membuat kita menjadi bias terhadap siapa yang menyampaikan. Kalau dati teori disonansi, tentu saja kita akan berupaya untuk membenarkan apa yang kita percaya atau yang kita telah lakukan. Sayangnya kita masih terjebak secara sadar maupun tidak sadar terkait sumber informasi yang kita pilih untuk pecayai.
Ketika seorang ahli yang biasanya mungkin tidak sering muncul di media sosial (dibanding selebgram), maka saat ia menyatakan sesuatu akan diragukan kebenarannya. Mengapa bisa begitu? Padahal namanya seorang ahli di suatu bidang, tentu ia sudah melewati kualifikasi hingga dinyatakan sebagai seorang ahli. Umumnya kualifikasi tersebut mengacu pada Kualifikasi akademis yang relevan seperti gelar sarjana, magister, atau doktor dalam bidang tertentu, dapat menunjukkan dasar pendidikan yang solid. Sertifikasi atau pelatihan tambahan juga bisa menjadi kualifikasi yang penting. Pengalaman Kerja atau pengalaman praktis dalam bidang tersebut merupakan faktor penting. Reputasi dan Pengakuan yang baik di kalangan sesama profesional, komunitas, atau pengakuan dalam bentuk penghargaan, testimoni klien, atau publikasi dapat memperkuat reputasi ahli tersebut. Penelitian dan Publikasi yaitu kontribusi pada penelitian di bidang tersebut dan publikasi ilmiah. Ahli seringkali terlibat dalam meneliti topik-topik terkini dan berbagi pengetahuan mereka melalui artikel, buku, atau konferensi. Tentu keahlian di setiap bidang memiliki kualifikasi khusus sesuai dengan bidangnya untuk mencapai dikatakan seorang ahli.
Aku pribadi tidak mau berbicara banyak terkait sutu hal/bidang yang tidak sesui dengan bidangku atau kapasitasku. Sayangnya keterdekatakan kita dengan selebgram/influencer di media sosial yang mungkin hampir setiap hari kita temui di dunia maya, lebih dipercaya dibanding dengan seorang ahli. Tulisan ini mungkin akan cukup meresahkan bagi kita semua, karna ternyata meski kita tau kalau informasi yang kita percaya bukan berasal dari sumber/perkataan ahli, tapi kita tetap mempercayai sumber itu. Kita tetap merepost postingan informasi tersebut, kita tetap broadcast ke grup-grup wasap, status, dan kembali lagi karena kita cenderung hanya ingin mendengar apa yang ingin kita dengar.
Mengapa informasi dari selebgram cenderung dianggap lebih akurat dibanding seorang ahli? Oh ya konteks selebgram disini ga hanya selebritas dari instagram aja, termasuk dari media sosial lainnya tiktok, X, dll. Pun termasuk akun-akun yang bukan milik personal. Hal ini ternyata dijelaskan dalam Teori Selebriti dan Pengaruh yang menyatakan bahwa selebriti memiliki pengaruh besar terhadap opini dan perilaku masyarakat. Pengikut selebriti dapat merasa terhubung secara emosional dan menganggap mereka sebagai otoritas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk topik-topik tertentu yang mungkin tidak menjadi keahlian selebgram tersebut. Keterhubungan emosional ini jelas karna keseharian kita yang selalu mellihat update postingannya, sapaan di komentar, dan berbagai rutinitas dan kehidupannya yang mungkin relevan dengan keseharian kita. Kemudian juga ada Teori Kepercayaan Sosial yang menyatakan bahwa kita cenderung mempercayai informasi dari sumber-sumber yang dianggap sebagai bagian dari kelompok sosial atau kelompok referensi jadi misalkan jika selebgram dianggap sebagai anggota kelompok sosial atau diikuti oleh banyak orang, maka informasi yang disampaikan oleh mereka lebih mungkin dipercayai. Kemudian adapula faktor-faktor lainnya seperti Kesenjangan Kompetensi: Kesenjangan kompetensi terjadi ketika seseorang merasa tidak nyaman atau kurang yakin dalam memahami informasi kompleks dari ahli. Orang mungkin lebih cenderung mempercayai informasi yang disampaikan secara lebih sederhana dan mudah dipahami oleh selebgram, meskipun mungkin kurang akurat atau mendalam. Pengaruh Teman Sebaya (Tren dan Opini) serta adanya Keterlibatan Emosional dan Personalisasi yang dibangun oleh selebgram. Keterlibatan emosional ini dapat membuat orang merasa lebih dekat secara pribadi dengan selebgram, sehingga lebih mudah untuk mempercayai informasi yang mereka sampaikan.
Nah dari sini, aku sebagai penulis mencoba untuk selalu mengontrol diri saat bermain media sosial. Ingat kita harus memilah mana informasi yang baik untu di repost, kalau perlu buktikan dulu oleh kita, bisa melalui studi literatur mini baru kita sebarkan. Atau paling tidak saat kita mempercayai suatu informasi, kita tau bahwa informasi yang kita percaya itu bersumber dari siapa apakah seorang ahli atau bukan. Bila selebgram, kita bisa kok mencari tau kapasitasnya, kini banyak pula seorang ahli yang menjadi selebgram.
Sekali lagi, memang meresahkan mengetahui kebenaran yang tidak ingin kita percaya. Kalau biasanya metoda itu ada kualitatif ada kuantitatif, cobalah merambah untuk memilih penggabungan kedua metode tersebut.
Lagi-lagi refleksi dari pemilu.