tragedi jongkok
sedikit sensitif dengan kata “jongkok”. dari film yang telah kutonton, IQ akan naik ketika kau jongkok. tapi berbeda saat tragedi seminggu yang lalu. saat aku berada di lab ajar praktikum fisiologi tumbuhan.
aku mendapat giliran shift 2 pukul 09.30 wib. ketika itu aku sedang berada di komabi untuk menemui distributor jaket. kupikir masuk praktikum masih nanti. tapi ternyata prediksiku salah. aku jalan dengan santainya. kulihat pakaian putih-putih keluar dari D2 . shif 1 telah usai. tanpa berpikir panjang aku segera berlari menuju lab ajar. panik? pasti. jaslab, laporan akhir, laporan awal, penggaris, dan perangkat lainnya membuatku tambah rungsing karena aku sudah telat. teman-temanku sudah masuk. aku siap untuk segala keterlambatanku.
aku membuka pintu. soal hampir saja dibacakan. jaslabku belum dikancing. aku tak melihat meja kosong. kubiarkan kakiku melangkah ke pojok ruangan. mengambil satu kursi kosong. aku duduk sedikit menyandar dinding. menulis soal tanpa alas. tanpa meja. dan aku masih ngos-ngosan.
usai soal dibacakan, praktikan hanya diberi waktu 10 menit. tanpa berpikir panjang, aku langsung menuliskan jawaban di kertas yg beralaskan kursi. kursi itu kursi yang aku duduki. ya apa boleh buat. untuk mempercepat pengerjaan, aku rela membiarkan kursi itu sebagai alas dan aku harus duduk dengan kondisi yang tak biasa.”jongkok”. kupikir tak akan ada yang memperhatikanku. ya semuanya khusyuk mengerjakan soal. aku pun asik dengan tingkahku. hingga akhirnya…
“eh itu siapa yg jongkok, duduk aja didepan. masih kosong tuh.” kata salah satu asdos sambil menunjukku.
aku tertawan. walau begitu aku tetap saja cuek, melangkah kedepan tanpa memikirkan sikap teman-teman yang melihat tingkahku. ya “jongkok”.
tak ada yang salah jika aku jongkok bukan? toh tak ada aturan dalam praktikum untuk duduk dikursi, ato mengerjakan soal harus diatas meja. jadi aku bukanlah sang terdakwa yang patut disalahkan. tapi berbeda dengan teman-temanku. saat aku melangkah maju ke meja paling depan, suasana lab langsung ricuh. aku bisa merasakannya. tawa itu, tawa bahagia.
praktikum berjalan seperti biasanya. aku pun tak lagi memikirkan tragedi “jongkok”.
suatu hari, aku dan teman-teman sedang berkumpul di sekre. ada yang mengerjakan tugas, proposal, makan, dan ada juga yang sekadar bersantai ria. dan itu aku.
“eh tahu gak, masa kemarin di lab ada yang jongkok gtu loh.” celetuk salah satu temanku.
“haaa siap di bully ni gue.” batinku. aku tak mempedulikannya. anggap saja angin lalu.
“iya tahu. kuis kok jongkok. untung aja otaknya gak jongkok.” timpal temanku lainnya.
“nah lo, ada bala bantuan ni. komplotan. sabar zif sabar. bisa abis gue disini” batinku lagi. Skip.
“siapa-siapa2?, jongkok gimana?” teman-teman lainnya yang tak satu shift denganku, ikut penasaran. bertanya siapakah orang yang sebegitu anehnya hingga jongkok saat kuis di lab.
“itu tuh.” sambil menunjuk seseorang. dan aku tak memperhatikannya.
“hahahahahaha.. beneran kamu jip?, ya alloh kok bisa sih? hahaha. mba jip, mba jip.. selalu ni orang, ada-ada aja.” tawa teman-teman. kali ini sekre benar-benar gaduh.
cukup-cukup, aku sudah tak kuat!
“heh, emang gue salah ya? jongkok itu bisa meningkatkan IQ. noh kayak di pilm death note. orang lagi asik-asik jongkok, tiba-tiba ada yang ngagetin.” jawabku gampang. seolah -olah aku bukanlah wanita terbully.
“lagi kamu aneh2 jip. orang ada meja kosong malah jongkok.” kata temanku.
“yah namanya aja buru-buru. mana atuh lihat. yang penting duduk weh.” belaku.
tiada akhir. walaupun sudah berganti hari, terus saja aku sebagai tokoh utama dalam peran yang suka “jongkok”. kalau ada dua orang temanku tadi, sebut saja mawar dan melati, pasti obrolan mengacu kearahku. pembully an. kapanpun itu, dimana pun itu entah ramai atau pun sepi. yasudahlah. tragedi “jongkok” itu, telah menjadi sebuah cerita tawa dan canda.
Jatinangor, 14 Maret 2014
fisiologi tumbuhan