Belajar dari Persahabatan Mulia di zaman Rasulullah SAW
di zaman Rasulullah SAW, ada dua pemuda yang erat hubungan persahabatannya. Sofwan bin Umayyah dan Umair bin Wahab. Sofwan bin Umayyah orang terkemuka di Quraisy, ayahnya Wafat di perang badar membuat kebencian Sofwan pada Rasul dan islam semakin menjadi-jadi. Dari menyiksa budak, menyerang pengikut Rasul, dsb. Sedangkan Umair bin Wahab ini dikenal sebagai julukan setan Quraisy. Karena Umair selalu tampil agresif dan tidak pernah takut saat melukai Rasul juga pengikutnya. Kekalahan kaum Quraisy di Perang badar membuat dendam dan kemarahan dua sahabat ini semakin membara.
Hingga suatu malam di samping kakbah, Safwan menemui sahabatnya, Umair, dengan maksud menyampaikan rencana jahatnya. Safwan merayu sahabatnya itu yang disebut sebut sebagai Setan Quraisy untuk membunuh Rasul. Namun karena setiap perbuatan ada konsekuensinya, pun karena Umair memiliki tanggungan keluarga dan hutang, Umair menyampaikan bahwa ia tidak mampu melakukan itu. Dan safwan pun dengan jelas mengatakan bahwa ia akan menanggung kehidupan keluarga Umair dan melunasi hutangnya asal mampu membunuh Rasul. Diberikanlah belati beracun kepada Umair yang sudah disiapkan untuk membunuh Rasul. Dan mereka berdua pun bersepakat agar perjanjian mereka berdua tidak diketahui oleh siapapun.
Hingga suatu hari, Umair pun sebagai eksekutor, datang ke Madinah. Sahabat Rasul pun di Madinah pun sudah bersiaga menjaga Rasul karena melihat kedatangan Umair. Kemudian para sahabat menghadang dan menanyai maksud kedatangan Umair. Umair pun menjawab bahwa ia datang ingin menebus putranya yang ditawan usai perang badar. Namun Rasulullah, melalui wahyu Allah, langsung menyingkap niat jahat kedatangan Umair. “Bukan itu tujuanmu kesini, kau telah berbincang dengan Sofean bin Umayyah bin Khalaf di Hijr Ismail tentang pasukan Quraisy yang terbunuh di perang Badar. Kau pun berkata: kalau bukan karena hutang dan tanggungan keluarga, pasti aku akan keluar untuk membunuh Muhammad. Lalu Sofean bersedia menanggung hutang dan bebanmu kalau kau berhasil membunuh Rasulullah. Tapi Allah menghalangi rencana kalian wahai Umair”.
Inilah yang pada akhirnya justru membuat Umair meyakini ajaran yang dibawa Rasul dan langsung menyatakan syahadat saat itu juga. Karena informasi tersebut tidak mungkin sampai pada Rasul kalah bukan wahyu dari Allah. Umair pun diajarkan oleh para sahabat tentang islam. Anaknya sebagai tawanan pun dibebaskan. Setelah Umair belajar tentang islam, Umair pun meminta Rasul untuk diizinkan kembali ke Mekah. Umair pun bertekad untuk berdakwah dan menyerukan agama Islam di Mekah.
Sedangkan Sofwan di Mekah sudah tak sabar menunggu kabar kematian yang akan dibawa Umair. Setiap kafilah dagang Madinah yang datang ke Mekah, ditanyai oleh Sofwan, adakah kabar mengejutkan di Madinah? Sofwan pun sudah menyebarkan rumor bahwa akan ada berita gembira sebentar lagi. Karena yakin bahwa Umair sahabatnya berhasil membunuh Rasul. Bahkan hingga suatu saat kabilah dagang Madinah datang, dan Sofwan bertanya adalah kabar mengejutkan di Madinah? “Ada! Umair bin Wahab duduk mengikuti ajaran Muhammad, duduk bersama kaum Muslim belajar dan juga mengaji”. Terkejut lah Sofwan.
Umair pun sampai di Mekah, bahkan Umair bergaung kencang untuk mengajak warga Quraisy meyakini ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. Dan ketika bertemu dengan sahabatnya, Sofwan, Umair menceritakan awal mulai ia masuk islam dan percakapan yang disampaikan Muhammad mengenai wahyu Allah, menghalangi rencana jahatnya. Dan begitulah Umair mengajak pula sahabatnya untuk mengikuti ajaran Muhammad. Sofwan terpukul dan kecewa dengan sahabatnya. Umair yang kian giat berdakwah sedangkan Sofwan kian giat melukai pengikutnya Rasul.
Hingga di tahun ke 7H, pada masa fathu Mekah, Rasulullah dengan 10 ribu pengikutnya, kembali ke Mekah dan mengumumkan 10 orang yang halal di bunuh termasuk Sofwan bin Umayyah. Mendengar hal itu Sofwan pun lari dan kabur hingga ke pinggiran Laut Merah. Umair sebagai sahabatnya, masih memikirkan Sofwan, mengejarnya dan membujuknya untuk masuk islam. Sofwan pun bertanya pada Umair, apa yang bisa Muhammad jaminan kepasaku jika aku masuk islam. Umair pun kembali menghampiri Rasul, mengatakan niat baiknya untuk mengajak Sofwan mengikuti ajaran yang diikutinya yaitu Islam. Kemudian Rasul pun menyerahkan Sorban dan mengatakan bahwa Sofwan aman.
Umair pun kembali menghampiri sahabatnya yang masih berada di pinggiran Laut Merah. Disampaikannya bahwa Sofwan akan aman. Datanglah Sofwan dan Umair ke Mekah dan menghampiri Muhammad. Sofwan pun meminta tenggat waktu untuk berpikir. Rasul pun megijinkannya. Mulianya Rasul karena paham betul bagaimana perasaan Sofwan dengan dendamnya karena ayahnya terbunuh di perang badar.
Waktu berjalan. Sofwan belum betul-betul mengikuti ajaran Rasul. Pun masih memikirkan keuntungan duniawi. Hingga saat perang Hunain, pasukan muslim meminjam peralatan perang milik Sofwan. Dikatakan pula bahwa Sofwan ikut perang pun disebut sebut untuk menjaga peralatan perang. Meski begitu, Sofwan yang hatinya keras pada akhirnya melunak karena kemuliaan sifat dan akhlak Muhammad. Awalnya, mungkin Sofwan melunak karena kebaikan Muhammad, terutama saat usai pernah Hunain. Muslim yang menang telak, harta rampasan perang pun melimpah, dan Rasul pun memberikan sejumlah harta yang cukup banyak kepada Sofwan. Diberikan lagi, lagi, dan lagi. Meski mungkin Sofwan yang awalnya mementingkan kepentingan keuntungan duniawi untuk mengikuti Rasul, lama kelamaan justru kebencian Sofwan berbah menjadi kecintaan pada Rasul. Menguatkan diri dan teman-temannya untuk tekad yang kuat dan ikhlas mencintai serta mengikuti ajaran Rasulullah.
Persahabatan yang mulanya mendengki dan menyebarkan kebencian, kini saling mengingat dan menguatkan. Tidak meninggalkan sahabatnya, serta tidak lupa untuk terus mengajak pada kebaikan.
Sumber: Khalifah Trans7 (Umair bin Wahab; Sofwan bin Umayyah)