• Sastra dan seisinya

    Bersama kesedihan, adakah kebahagiaan?

    Jika bersama kesulitan pasti ada kemudahan, maka apakah bersama kesedihan pasti ada kebahagiaan? Bagaimana dengan luka yang diobati, apakah akan hilang atau bukannya pasti membekas? Lalu bagaimana dengan bekas luka itu? Semakin larut, malam menjadi semakin tenang dan hening. Seketika kumenoleh kesamping kananku. Sosok yang sangat kusayang sekaligus kuhormati. Baru kali ini, aku merasakan malam yang benar-benar panjang. Malam bahagia karna polah ‘si harapan kecil kita’ yang mungkin dia sudab ingin keluar, dan juga malam sedih atau lebih tepatnya kusebut sendu, karna kacaunya pikiran dan batinku. Apa itu? Beragam! Dan tepat saat itulah aku merasa jauh dengan Tuhanku. Maka kesedihan, membuatku semakin sendu dan juga pilu ditiap hembusan nafas malam. Tanpa…

  • Sastra dan seisinya

    Menuju Februari

    Ada banyak hal yang terjadi selama satu bulan ini. Semuanya melibatkan perasaan, khususnya di tempat baru. Anak-anak kecil dengan bahasa Inggrisnya, Bapak-bapak dengan petaninya, Ibu-ibu dengan ngajinya. Menerima, katamu, lebih sulit daripada diterima. Menerima adalah kata kerja dan saat kita mulai menerima maka kita memutuskan untuk mulai bekerja: melatih akal dan rasa untuk menerima setiap kejadian. Saat kita memutuskan untuk menerima, saat itu juga kita maju satu langkah menuju dewasa. Terimakasih untuk Januari, bulan ini sungguh-sungguh melibatkan perasaan. Dan ini, menyulitkan! Aku memilih bahagia karena sebentar lagi Februari 🙂 Purwakarta, 27 Januari 2015

  • Sastra dan seisinya

    Semesta Punya Cara

    tentang pribadi yang selalu ingin menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. katanya, kita ini hidup cukup untuk menjadi sebaik-baiknya manusia. bukankah begitu? Akhir-akhir ini rupanya semesta punya caranya sendiri. Ia menyapaku seolah-olah aku melihatnya. Ia memanggilku seolah-olah aku mendengarnya. Mungkin otak ini sedang gelut dan hati ikut beradu. Aku, kenapa jadi begini? Aku hanya ingin bahagia. Sesekali mengedepankan ego-ku. Berkali-kali Aku harus bersandiwara untuk tidak peduli dan pada akhirnya…. Aku menyerah! Kubiarkan kaki melangkah menuju air. Kuambil wudhu-katanya air wudhu adalah peredam. Kudirikan sholat dan kemudian berdoa: “Tuhanku, Aku hanya ingin menjadi sebaik-baiknya manusia. Maka jadikanlah aku pribadi yang bahagia. Karena ketika orang disekitarku merasa kesulitan, setidaknya Aku mampu…

error: Content is protected !!