Sastra dan seisinya

Penyakit Bernama Rindu

Ada sebuah penyakit yang namanya tidak tercantum dalam kamus kedokteran. Kusebut ia dengan rindu. Mungkin banyak yang dapat mengungkapkan dengan mudah, bagaimana penyakit ini bekerja. Bagaimana rindu, menjangkit di syaraf dan mengalir bersama aliran pembuluh darah. Namun rindu, bagiku ia menjelma sedemikian rupa – mengabaikan lelah, mengacaukan pikiran hingga memadamkan rasa.

Pada akhirnya, saat rasa dan pikiran mengelak, maka tubuh akan menyerap energi rindu. Energi yang berlebih menjadikan tubuh terekspresi dengan ragam cara seperti demam misalnya. Suhu tubuh rendah dan tinggi secara tak beraturan, lidah tidak pahit juga tidak manis, badan lemas dan hanya mampu bersandar di alas tidur, dan mata hanya berharap melihat manis wajahnya. Sedangkan pikiran menyela dengan argumen-argumen konyolnya. Berkata mungkin ini karena masuk angin, atau mungkin juga karena kurang vitamin. Begitu pula dengan rasa yang tidak mau kalah, meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja. Padahal kamu tahu betul bahwa aku sedang tidak baik-baik.

Maka inikah yang disebut-sebut sebagai penyakit bernama rindu?

Semoga rindu, tidak melulu menjadi penyakit yang di elu-elukan. Rindu ada, karena kita yang meramunya, dan kita pula yang menjadi penawarnya. Maka sebaik-baik penawar adalah mengungkapkannya: jujur pada diri sendiri dan berdoa. Sampai sekarang, belum ada yang lebih mujarab dari itu.

Kebumen, 10 Juli 2016
21.15 wib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!