Cerita Makhluk Hidup,  Cerita Menanam

Pengelolaan Bambu oleh Masyarakat Desa Karangwangi Cidaun Cianjur

Desa Karangwangi merupakan daerah penyangga. Daerah penyangga merupakan daerah yang mengelilingi kawasan lindung yang berfungsi membatasi aktivitas manusia di dalam mkawasan lindung agar tidak merusak ekosistem di dalam kawasan lindung (Soemarwoto 2001). Menurut Garjita et al. (2014) keberadaan masyarakat sekitar kawasan hutan merupakan komponen yang secara langsung berinterakasi dengan hutan yang berada di sekitarnya. Desa yang terletak di Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur Jawa Barat merupakan desa yang memiliki keanekaragaman bambu cukup banyak, baik di kebun warga maupun di hutan. Dari 2.141 kepala keluarga, 90% warga berprofesi sebagai petani (Desa Karangwangi 2015). Bambu di Desa Karangwangi ditanam bersama dengan tumbuhan-tumbuhan lainnya pada lahan warga. Adapun menurut Cundaningsih et al. (2015), Desa Karangwangi merupakan salah satu lokasi yang sesuai dengan ekologi bambu hitam sebagai komponen utama pembuatan angklung.  

Photo by Alexandr Podvalny on Pexels.com

PERSIAPAN LAHAN

Masyarakat mulai mempersiapkan lahan untuk menanam bambu saat musim kapat atau masuk hujan kedua setelah musim kemarau panjang. Menurut masyarakat, pada waktu inilah penanaman bambu dan pisang baik dilakukan. Untuk menanam bambu, lahan dipersiapkan seluas 50 cm2 untuk digali dan menjadi lubang sedalam kurang lebih 50 cm. Apabila lahan yang dipersiapkan untuk menanam bambu dekat dengan perbatasan lahan/kebun lain, maka harus diberi jarak kurang lebih 3 m dari batas lahan. Hal ini dilakukan karena bambu yang sifatnya merumpun dan menyebar sehingga dikhawatirkan akan mengambil tempat tumbuh atau melewati perbatasan.

PENANAMAN

Penanaman bambu pada kebun yang dimilikioleh masyarakat Desa Karangwangi tergolong tidak intensif seperti halnya tanaman pertanian, palawija, maupun pohon-pohon yang menghasilkan kayu olahan. Hal tersebut dikarenakan bambu tidak terlalu besar dalam memberikan manfaat secara ekonomi baik setelah diolah maupun belum diolah dibandingkan dengan tanaman lain. Walaupun tidak intensif, penanaman bambu dilakukan sebagai penunjang tambahan ekonomi bagi masyarakat Desa Karangwangi. Masyarakat yang memiliki lahan/kebun akan menanam bambu meski jumlah rumpun dan atau jenisnya tidak banyak.


Masyarakat Desa Karangwangi memiliki berbagai pengetahuan mengenai proses penanaman bambu. Bibit yang didapat berasal dari tetangga atau juga mengambil dari hutan cagar alam. Jenis bambu yang paling banyak ditanam dan dibudidayakan oleh masyarakat Karangwangi adalah jenis Gigantochloa. Hal ini sejalan dengan pendapat Widjaja (1984) yang menyatakan bahwa marga Gigantochloa memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi masyarakat pedesaan. Padaumumnya, jenis-jenis Gigantochloa digunakan sebagai bahan baku pembuatan rumah, bahan dasar anyaman, furnitur dan sebagai bahan makanan (rebungnya).
Proses penanaman bambu khususnya Awi memiliki proses tersendiri dibandingkan dengan Haur. Menurut masyarakat, Haur tidak memerlukan perlakuan khusus untuk menanamnya. Masyarakat biasa menggunakan stek batang untuk penanaman jenis Haur. Hanya dengan menancapkan dua buku Haur, akar-akar kecil pada buku akan menjadi akar sesungguhnya sehingga Haur dapat tumbuh dengan baik. Dua buku dimaksudkan agar apabila pada buku pertama akar tidak tumbuh
dengan baik maka diharapkan pada buku kedua, akar dapat tumbuh dengan baik. Penanaman Haur jarang dilakukan karena Haur dianggap mengambil banyak tempat lahan di kebun masyarakat. Meskipun begitu, masyarakat meyakini bahwa jenis Haur seperti Haur Geulis dan Haur Gereng dapat menahan longsor sehingga baik ditanam untuk kebun yang berlahankan miring.

Awi dalam proses penanamannya menggunakan stek rimpang yaitu membutuhkan bibit berupa bagian bongkot (akar rimpang) dan sedikit bagian batang sekitar 1 sampai 2 buku bambu remaja untuk ditanam. Menurut masyarakat, bambu remaja ditandai dengan salumpit (pelepah buluh) yang beberapa sudah jatuh dan batang masih terlihat muda. Masyarakat melakukan ceungceum untuk memilih bibit yang baik yaitu dengan cara meletakkan bibit didekat aliran air atau pancuran selama kurang lebih satu minggu. Apabila selama seminggu bibit mengeluarkan sirung atau
cabang pada buku bambu maka dapat dikatakan bahwa bibit tersebut baik dan sudah dapat ditanam di tanah.

PERAWATAN (PEMELIHARAAN)

Penanaman bibit bambu dilakukan di lahan yang telah dipersiapkan. Setelah muncul dua rebung, kemudian disaeur yaitu tanah ditimbun ke dapuran rebung tersebut yang nantinya akan menjadi dapuran bambu. Adapun pada masa persiapan lahan hingga penanaman serta perawatan bambu, masyarakat tidak memberikan pupuk khusus seperti pupuk kimia. Menurut masyarakat, tanpa diberikan pupuk, bambu tetap tumbuh dengan baik. Sedangkan dalam pemeliharaannya, masyarakat hanya menggunakan sersah dari daun bambu tersebut sebagai pengganti pupuk kimia.
Menurut Rabik et al. (2009) guguran daun bersama bagian rusak lainnya yang jatuh ke tanah akan membusuk secara perlahan dan menciptakan lapisan tanah organik stabil. Adanya aksi pelonggaran dari jejaring rimpang dan akar bambu, kondisi tanah menjadi optimal untuk pertumbuhan jasad renik yang selanjutnya akan memperbaiki tekstur tanah dan menjadikan unsur hara tersedia bagi bambu.

Perawatan dilakukan dengan membersihkan bagian bawah rumpun bambu dari semak-semak. Pembersihan dilakukan saat menebang bambu. Selain itu, rutin menebang bambu yang sudah tua juga merupakan salah satu perawatan yang dilakukan agar bambu tumbuh baik dan besar. Menurut Rabik et al. (2009), memanen rutin sebagian besar batang umur 3 tahun dan semua batang saat mereka 4 tahun berarti bahwa rumpun hanya berisi batang yang muda dan kuat.Absennya batang tua yang sedang dalam proses kehancuran fisik berarti lebih sedikit vektor bagi serangan hama dan penyakit.

PENANGGULANGAN HAMA

Pembudidaya bambu berpengalaman biasanya tahu hama umum yang menyerang bambu baik di tanah maupun pada tanaman yang terlihat mata. Hama yang kecil sekali seperti (serangga pengisap akar/aphid) dan jamur tanah tidak diketahui petani, demikian pula yang mikroskopis (seperti nematoda) sama sekali tidak diketahui (Rabik et al. 2009). Menurut masyarakat, terdapat beberapa jenis hama yang mengganggu pertumbuhan bambu. Pada tumbuhan bambu, tungeu dan
ulam/cangkilung dikenal senang memakan batang bambu dan sering ditemukan di ruasan Awi. Tungeu adalah serangga kecil yang memiliki tulale atau pengait. Sedangkan ulam/cangkilung yaitu serangga kecil berbadan putih dan berkepala coklat. Ada juga jenis hewan seperti ulat atau kuuk yang biasa berada di tanah dapuranAwi. Kuuk adalah serangga yang berkepala coklat, berbadan putih dan berbulu. Berikut adalah beberapa jenis hama umum yang dikenal menyerang bambu seperti Kumbang Rebung (Colleotera curculionidaea), Serangga Penghisap (Homoptera Aphididae),
Serangga Sisik Bambu (Homopteracoccidae), dan lain-lain (Rabik et al 2009). Masyarakat menggunakan jenis insektisida seperti furadan untuk membasmi hama yang bersembunyi dalam tanah pada dapuran bambu atau insektisida matadoryang digunakan untuk membasmi hama di ruasan batang bambu. Furadan merupakan insektisida atau nematisida sistemik, berbentuk butiran berwarna ungu untuk mengendalikan hama penggerek batang, uret, dan nematoda bintilakar,pada tanaman padi sawah, padi gogo, kentang, tomat, kapas, cabai, tembakau, cengkeh, jeruk, lada, teh, dan tebu. Matador merupakan Insektisida racun kontak dan lambung, berbentuk
pekatan yang dapat di emulsikan, berwarna kuning jerami jernih untuk mengendalikan ulat grayak pada tanaman bawang merah, bawang putih, cabai, jagung, jeruk, kacang panjang,dan tomat (Faedah Jaya 2016). Meskipun begitu, menurut masyarakat, hanya yang memiliki ekonomi lebih yang menggunakan insektisida saat tumbuhan bambu di kebunnya terserang hama.

untuk penebangan akan saya tulis di artikel selanjutnya

tulisan ini pernah dipublikasikan dalam jurnal:

Karangwangi Peoples Local Knowledge of Bamboo and Its Role: Implications for Management of Cultural Keystone Species Journal BIODIVERSITAS vol. 18 No. 1 January 2017 (275-282), second writer

catatan:

Awi=Bambu (Bahasa Sunda)

Referensi sumber sengaja tidak dicantumkan.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!