Cerita di Sekitar Kita,  Cerita Langit

Bosscha jilid 2

20 April 2013
Gak nyangka bisa prepare ke bosscha lagi!
ini bermula karena ada acara open house di bosscha. Sebenarnya acara ini ditujukan untuk masyarakat Lembang dan mahasiswa ITB. Kita anak jatinangor, anak UNPAD. So gimana bisa?
Hari ini ASTRONOMY DAY.
teringat ketika masih SMA. Mengadakan acara “100 Hours Astronomy” sebagai peringatan hari astroomy day. Kalau diingat-ingat, wah itu sebuah acara yang sangat menyenangkan.

Walaupun kita anak Unpad, kita tetap berusaha untuk menuju ke Bosscha. Sebenarnya hajatan paling besar berasal dari temanku yang bernama Tiffany. Berhubung weekend kali ini tidak ada kesibukan, jadi kita tetap perjuangkan untuk pergi kesana. Sudah 4 bulan tidak mengunjungi bosscha.
Berangkat pukul 7 pagi. Jatinangor dilanda kemacetan. Bukan kemacetan biasa. Hal ini diakibatkan terjadinya banjir di daerah cicalengka. Sehingga arus kendaraan dialihkan menuju Sumedang. Well, kendaraan tak bisa bergerak.
Penantian bis damri menuju Dipatiukur
Para mahasiswa telah mempersiapkan diri untuk melakukan aktivitasnya di Bandung. Transportasi yang biasa digunakan adalah bis damri dengan biaya 5000 rupiah. Kemacetan yang terjadi, membuat kita harus menunggu berjam-jam. Bahkan kita tidak tahu apakah nantinya akan mendapatkan bis? Raut lesu, panik, gelisah, semua tersirat di wajah. Bercampur aduk.
Pukul 8.30. Aku dan Tiffany. Lapar! oh tidak. Satu setengah jam telah berlalu. Haruskah kita menunggu lebih lama lagi? Acara Open house dimulai pukul 9. Kalaupun kita bersikeras untuk menunggu lebih lama dan berangkat di siang hari, lalu apa yang akan kita dapatkan di bosscha?
Aku pun memutuskan sesuatu,”Fan, kita naik kereta aja!”
Akhirnya kita naik angkot menuju Rancaekek. Stasiun berada di Rancaekek. Naik angkot jaraknya sekitar 25 menit. Sebenarnya kita ragu, karena biasanya ketika Jatinangor macet tak heran jika Rancaekek pun macet.
Ternyata benar!
Kita diturunkan di tengah jalan. Karena jalan dipenuhi oleh kendaraan-kendaraan yang tak bergerak sedikit pun.
Yah apa boleh buat. Kita pun jalan menuju pasar Dangdeur dan melanjutkan perjalanan menuju stasiun dengan menaiki angkot kembali.
Sampai stasiun ada hal yang membuat kita terkejut. Banjir!
jalan menuju stasiun digenangi oleh air yang bercampur lumpur. Wah bagaimana ini?
Aku ingat ada jalan kecil yang menghubungkan jalan menuju stasiun. Karena masih belum yakin, akhirnya kita bertanya kepada seorang penjual sayur.
“Punteun pak mau tanya. Jalan ke stasiun lewat sini bisa kan ya?”
Bapak itu menjawab,”Wah neng jangan lewat sini. Banjir. Langsung aja lewat rel.”
“Loh emang boleh pak?”
“Udah gak papa neng. Nanti kalau ditanya satpam bilang aja kalau banjir.”
“Oh gitu pak. SIip pak, makasih.”
Kita pun berjalan melewati rel menuju stasiun. Ternyata para penumpang yang hendak ke Bandung, juga melakukan hal yang sama. Tak ada jalan lain. Kita lewat rel. Karcis KRD patas pukul 9.15 WIB.
Kereta pun datang. Bersiap menuju Bandung. “Alhamdulillah”
Tak terbayangkan jika tadi kita masih menunggu bis. Mungkin saja kunjungan ke Bosscha hanya akan menjadi abu.
Sesampai di Bandung, kita langsung menaiki angkot sthall-lembang.
Menuju lembang sembari menjemput teman kita satu lagi. Quinzy.
Perjalanan memakan waktu hampir 50 menit dari st hall ke lembang. Sesampai di jalan penoropong bintang, kita berjalan kaki sejauh 80 m untuk sampai ke bosscha.
Alhamdulillah sampai juga.
Begitu banyak pengunjung, dari TK sampai Mahasiswa berkunjung kesini. Begitu juga orang tua.
Agenda hari ini –> mengelilingi Bosscha 🙂


See you again Bosscha^^

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!