Cerita Sejarah,  Sastra dan seisinya

Muslim Cerdas

“jadilah muslim yang cerdas, terlalu mainstream kalau kamu hanya sekadar melaksanakan rutinitas islam mu.” katamu. ayah.
ini untuk kesekian kalinya ayah melontarkan petuahnya kepada kami. adik-adik dan aku.
malam ini aku akhirnya bisa berdua dengan ayahku. menikmati malam bersama aroma kopi di sebuah kedai pinggir jalanan kota bandung. sudah lama aku tak bercerita dengannya. semenjak kuliah, ayah semakin sibuk dengan keringatnya. ketika ditanya,”kok ayah mau si capek-capek kerja?” dan katanya,”ini kan juga buat kamu dan adik-adikmu.”
ternyata dunia kuliah itu seperti berada di dunia 3 dimensi. aku hampir tidak bisa mebedakan mana yang biru dan merah. kuutarakan semua yang ada dunia kuliah. kuceritakan semua yang kualami disana. kupikir ayah tidak akan bersedia mendengarkan-aku yang suka sekali bercerita mengoceh tanpa lelah. namun ayah membalasnya dengan tatapan tajam.
ayah memang memiliki idealis tinggi. akhirnya aku tahu kunci itu. pantas saja, ayah menjadi sosok utama yang selalu disebut-sebut nenek.
menjadi muslim cerdas. aku sering sekali mendengar dua kata itu. ‘muslim cerdas’.
malam itu, dua kata tersebut seakan-akan berubah makna atau aku yang baru memahami makna tersebut. rasa penasaran seketika membuncah dalam dada. cerdas?
barangkali aku tak perlu memberitahumu apa yang telah kuceritakan kepada ayahku hingga akhirnya kata-kata itu kini kubahas. rencana Alloh itu memang luar biasa indahnya. walaupun terkadang sedikit ‘nyelekit’ bagiku tapi itulah kasih sayang. akhirnya aku tahu mengapa ayah selama ini memintaku untuk menjadi cerdas apalagi untuk saat ini. ketika aku mulai berbicara terlalu kanan atau terlalu kiri. ketika ragu menjadi kata utama dalam diriku saat membicarakan tentang dia, mereka atau lebih senang kusebut dengan sebagian dari kita. ya jadilah muslim yang cerdas.
pengetahuan islam memang luas. namun untuk yang saat ini- ceritaku disini bersama ayah dan nikmatnya aroma kopi- menjadikanku lebih paham. aku bersyukur karena saat aku mendapat gelar sebagai mahasiswa baru, aku sudah tahu akan hal itu. atau bahkan hingga sekarang, aku menemukan banyak hal baru. kesana-kesini, kemara-kemiri (mungkin (?)). oh jadi begitu ya yah.
“kalau kamu mau jadi muslim yang cerdas, belajarlah dari semuanya, lihatlah dari semuanya.” penutup darimu. ayah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!