Cerita Makhluk Hidup

Sajak Epik: Etnobiologi Pahlawan Konservasi

Saat ini dunia sedang disibukkan dengan persaingan antar negara. Masuknya era globalisasi telah menuntut negara-negara dalam memajukan pembangunan khususnya ekonomi. Hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung pada akhirnya akan memberikan dampak yang besar bagi kelangsungan hidup organisme. Walaupun hakikatnya manusia sangat mudah beradaptasi namun hal ini tidak mudah bagi makhluk hidup lainnya seperti flora dan fauna. Pembangunan besar-besaran menyebabkan hilangnya habitat flora maupun fauna sehingga keberadaannya pun dipertanyakan. Salah satu negara yang ikut berpartisipasi adalah Indonesia.

Indonesia merupakan negara kaya akan budaya. Lebih dari 1100 suku budaya bangsa dapat ditemukan di Indonesia. Tiap suku memiliki pengetahuan lokal yang telah diberikan secara turun temurun dari leluhurnya. Pengetahuan tentang perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan alam merupakan bentuk penghormatan (rasa syukur) terhadap apa yang telah diberikan oleh sang Pencipta melalui kekayaan sumber daya alam. Ilmu pengetahuan inilah yang disebut sebagai etnobiologi.

Etnobiologi merupakan bidang disiplin ilmu yang sudah ada sejak zaman penjelajahan Columbus (1492-1620). Kajian etnobiologi tidak bekerja secara parsial namun holistik dari berbagai bidang ilmu yakni mengkaji aspek-aspek sistem sosial penduduk yang terintegrasi dengan sistem ekologi (Iskandar, 2014). Perkembangan ilmu ini dikatakan masih relatif baru. Adapun cabang-cabang etnobiologi antara lain yaitu etnobotani, etnozoologi, etnoekologi. Dalam hal ini, etnobotani merupakan cabang ilmu yang paling tua. Para ahli etnobiologi meyakini bahwa dengan bermodalkan pengetahuan masyarakat lokal seperti pengetahuan biologi telah mampu dan berhasil melindungi proses-proses ekologi secara potensial, melindungi aneka ragam spesies atau varietas flora dan fauna serta ekosistemnya untuk kepentingan ekonomi lokal secara berkelanjutan.

Di setiap suku memiliki caranya masing-masing dalam mengungkapkan bentuk penghormatannya terhadap alam. Seperti contoh di masyarakat suku Kasepuhan Ciptagelar, setiap tahunnya mengadakan upacara terbesar yaitu Seren Taun sebagai rasa syukur kepada sang Pencipta yang dipersonifikasikan sebgai Nyi Pohaci atas penjagaannya hingga hasil panen padi melimpah ruah. Menurut catatan data BKPD Jawa Barat (2014), terdapat lebih dari 125 jenis varietas padi lokal yang masih terpelihara di Ciptagelar. Ketaatan dalam mematuhi kalender pertanian, perlakuan saat pra menanam dan pasca panen, penggunaan pestisida nabati, pemanfaatan tumbuhan kacang-kacangan untuk menyuburkan tanah, hingga penyimpanan padi di lumbung padi (leuwit) yang mampu menyimpan padi hingga berumur ratusan tahun. Selain karena adat budaya cara bertani yang dipertahankan, tentunya secara etik hal ini menjadi bentuk perlindungan, pemeliharaan serta pemanfaatan tumbuhan yang secara berkelanjutan mampu berjalan dengan sangat baik.

Ada pula contoh sistem talun/kebun-talun yang hingga kini masih banyak dilestarikan di masyarakat pedesaan seperti beberapa daerah masyarakat Sunda. Sistem ini dikenal sebagai sistem perladangan yang berpindah-pindah atau sistem tebas bakar. Pengetahuan lokalnya dalam menggarap dan mengolah tanah telah mempertahankan kelestarian lingkungannya. Begitu juga dengan pemilihan introduksi tanaman yang menguntungkan bagi masyarakat tersebut namun tetap terjaga keanekaragaman tumbuhannya. Hal ini memberikan keuntungan segi biologi dan ekonomi. Sehingga dengan keanekaragaman yang tinggi maka mempunyai stabilitas yang tinggi.

Kini para ahli sedang mengembangkan ilmu etnobiologi yang diadaptifkan dengan zaman modern seperti sekarang. Masyarakat lokal dengan pengetahuan turun temurunnya mampu menjadi tempat kembalinya ilmu pengetahuan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sosial, ekologi, maupun ekonomi berjalan dengan baik. Walaupun memang tidak akan berhasil secara sempurna atau ada salah satu yang harus dikorbankan, pengetahuan lokal menjadi cerminan di dunia etnobiologi. Pendapatan ekonomi yang bersifat subsisten, segala bentuk pantangan yang tetap dijaga, menjadikan keanekaragaman hayati terus bertahan sehingga upaya konservasi dapat berjalan dengan baik. Etnobiologi bagaikan pahlawan konservasi terutama di masa pembangunan yang semakin sengit ini.

 

Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

 Dan bara kagum menjadi api

(Chairil Anwar-Pusi Dipenogoro, 1993)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!