Jalan Panjang
hujan pergi meninggalkan jejak rintiknya. ia bawakan segengam kisah dan rindu menatap suka maupun duka. rintik demi rintik diberikannya makna dan tanda. awan kelabu menyaksikan peristiwa demi peristiwa. (mungkin) ini sudah saatnya.
“Bunda, apa benar ini karena aku? kenapa mereka begitu tega terhadapku?” kubertanya sambil menundukkan kepala.
“Nak, pernah mendengar tentang kisah bisikan rahasia tentang masa depan?”
“memangnya ada yang seperti itu bunda?”
“Tentu ada. namun terkadang kita yang kurang memahami. kita masih enggan untuk sedikit membukakan telinga untuk mendengar bisikan itu. padahal rahasia masa depan itu jelas adanya.”
“Bunda pernah mengalami hal itu?”
Bunda tersenyum. Ia membelai rambutku begitu lembut. aku masih menundukkan kepala. sesekali air mata keluar dan jatuh membasahi pipi.
“Setiap peristiwa pasti ada maksud terntentu. Bunda yakin, ini adalah ujian pendewasaanmu. Tuhan berikan agar kamu menjadi lebih paham bahwa untuk menjadi dewasa, akan ada lebih banyak peristiwa yang mungkin tidak pernah kamu bayangkan di masa sekarang. Jadi, bersabarlah. Jalanan yang halus hanya akan kamu temukan di tol yang mana itu adalah jalan singkat dan cepat. hidup bukan untuk itu nak. nikmatilah hidup dengan berbagai peristiwa yang ada. jalanan yang panjang tidak masalah bukan? kadang halus kadang juga kasar. justru disanalah kamu akan menemukan apa yang disebut dewasa.”
Lalu Bunda memelukku dan menepuk-nepuk pundakku.
Jatinangor, 17 April 2015
07.30 WIB