• Sastra dan seisinya

    Percakapan Sunyi

    ada saat dimana kita berada dalam sunyi, menyelami alam pikiran, menggali jauh, memperhatikan orang sekitar, hingga akhirnya bercermin pada diri. aku ingat betul, ketika itu kita berada di keramaian. orang bercuap-cuap memamerkan keadaan. bunyi klontang-klanting dimana-mana. dan kamu menjadikan suasana itu menjadi sunyi dalam sekejap. “mungkin enak ya jika aku mengalami hijrah. bias merasakan bagaimana hati meminta kita untuk belajar tentang agama kita. berhijab yang baik, memahami dengan rinci setiap langkah-langkah kebaikan yang kita ambil.” begitu katamu dengan suara lirih. “maksudmu?”aku bertanya ragu. “ya gitu deh.”jawabmu ikut ragu. “aku juga begitu.”lanjutku. “aku juga instan kok. sekolah pakai jilbab. liat teman pakai rok, juga jadi pingin ikut pakai rok. dikasih pelajaran…

  • Sastra dan seisinya

    Kamu Pernah (?)

    Kamu pernah merasakan ketika sejuta kata yang telah kamu kumpulkan, seketika terangkai menjadi kumpulan kalimat tak beraturan? Ketika gumpalan prasangka menyelinap disetiap tidurmu? Ketika cemburu, khawatir, dan rasa bersalah hadir lewat didepanmu dengan lagak angkuhnya? Pernah? Kamu pernah merasakan betapa keras usahamu untuk menyusun sejuta kata tersebut hingga tersusun menjadi kalimat-kalimat yang indah? mengusir gumpalan prasangkamu, kau sapu lalu kau buang jauh-jauh dari kamarmu? membungkus cemburumu, khawatirmu, dan rasa bersalahmu: diinjak-injak, diremas-remas, dan dibakar habis bahkan tidak ada abu yang tertinggal? Pernah? Bagaimana jika kesemuanya itu akan hadir lagi: menghantuimu hingga tidurmu menjadi mimpi burukmu? Lalu apa yang akan kamu lakukan? Manusia memang suka membuat ceritanya sendiri. Membesar-membesarkannya, mengeditnya, memberikan…

  • Sastra dan seisinya

    Fajar dan Senja (2)

    Sudah hari ke duapuluh satu sejak pertama kali orang-orang beramai menyambut kedatangannya. Mempersiapkan diri di waktu fajar. Melepaskan dahaga di waktu senja. Fajar. Hari ini ia biarkan semburat putih langit menjadi merah kekuningan. Langit sungguh menawan. Di ujung lautan lepas pada akhirnya mentari datang. Burung memunculkan dirinya. Bersiap untuk menyambut sang mentari. Semua bertepuk tangan. Fajar pun pergi menunggu kehadiran senja. Senja. Sejenak terhenti. Hari ini ia biarkan langit biru menjadi merah, kuning, ungu, ah apapun itu kupikir akan selalu merona. Ia biarkan ragam kegelisahan pergi. Begitu pula senja yang akan pergi setelahnya, menunggu kehadiran fajar. Maaf pada akhirnya aku telah membuatmu menunggu. (atau) Terimakasih pada akhirnya kita sama-sama menunggu:…

  • Sastra dan seisinya

    Aku, Kamu, dan Senja

    Pada suatu sore, aku dan kekasihku: kita biarkan senja menjadi saksi masa kita yang tidak lagi muda. “Yah, sepi sekali di rumah. sekarang kita hanya tinggal berdua. tidak terasa kita sudah 40 tahun menikah. kulitku tidak lagi mulus seperti dulu. mau makan krupuk saja sudah tidak kuat, jumlah gigiku bisa dihitung dengan jari. ayah masih ingat dulu kita sering menghabiskan waktu bersama dengan jalan kaki. berjalan tanpa mengenal arah dan tujuan. sekadar membiarkan kaki kita terus melangkah. ayah masih ingat? bahkan sekarang, untuk sekadar berjalan dari depan rumah hingga jalanraya saja, aku tidak kuat. kita sudah tidak lagi muda ayah.” Anak-anak kecil berlari kecil kembali ke rumahnya. burung-burung pipit pun…

  • (c)Zbioastroart,  Sastra dan seisinya

    Your Personal Healthcare

    Pada suatu hari kamu datang dengan senyuman. kamu biarkan orang-orang disekitarmu menganggap bahwa kamu akan selalu bahagia apapun yang terjadi. Kamu tau mengapa aku berkata begitu? Aku. layaknya jin aladdin, hanya mampu memberi Aku. layaknya Go Go Tomago, hanya mampu berlari sejauh yang kuinginkan Aku. layaknya Ralph, hanya mampu merusak dan merusak Aku. layaknya Boo, monster dan menakutkan Aku. layaknya pinokio, segala kebohongan kubuat Aku. layaknya buzz, tidak berkaca pada realita Aku. layaknya donal duck, berbicara tanpa henti Aku. layaknya rapunzel, terpenjara dalam menara gelap Lalu…. ketika aku melihat dirimu, aku ubah semua presepsi yang kutulis. aku mulai rajut benang-benang kehidupan baru. ada suatu hal yang seakan-akan menjadi kekuatanku untuk mengatakan…

  • Sastra dan seisinya

    Sajak Layangan

    siang ini berbeda dari biasanya. tanpa angin maupun suara, hampa. layang-layang tidak lagi menari di langit. lihat! hanya ada jeratan senar di celah-celah ranting pepohonan. sekarang aku mengerti bagaimana kerjanya. layang-layang terbang agar bisa merasakan kebebasan bersama angin. ia tinggi agar bisa melihat hamparan luas bumi. dan aku pun bawa layang-layang berlari kesana kemari agar ia tidak lupa bahwa apapun yang terjadi, aku akan selalu ada bersamanya. lalu kini…. ada yang datang. kusebut ia dengan tuan merah. mungkin saat ini tuan merah sedang tidak tinggal diam. ia ricuhkan angin. ia putuskan senar. ia buat agar yang benar terlihat salah dan yang salah terlihat benar. begitu seterusnya. aku hanya melihat dari kejauhan. perlahan kudekati, senar…

  • Sastra dan seisinya

    Biru

    hari ini tidak terasa sudah genap 200 hari sejak pertama kali aku berkenalan denganmu. yang kutahu saat itu adalah pancaran aura menenangkanmu. kamu dan tatapan teduhmu membuat hari itu seketika berubah menjadi biru. “kamu suka warna biru ya?” tanyamu membuyarkan lamunanku. aku duduk di taman kampus. kurasa tempat ini sangat pas untukku terutama saat aku sedang ingin menyendiri: sibuk dengan tumpukkan tugas-tugasku. “Eh, kok tiba-tiba nanya begituan?” jawabku spontan. “habisnya, hampir semua bukumu yang aku pinjam, selalu saja ada hambar ini.” katanya sambil menunjuk sebuah gambar disudut halaman. bintang. “Oh itu. aku memang suka bintang. kata ibu, mungkin karna mengalir dari namaku. ada surat didalam al-quran yang berarti bintang, dan…

  • Sastra dan seisinya

    Lalu aku ini siapa?

    Aku ini siapa?  Hanya bongkahan es batu yang bila terkena panas saja langsung mencair.  Aku ini siapa? Hanya duri-duri bambu yang tampaknya baik-baik saja pahal membuat orang kain terluka. Aku ini siapa?  Hanya goresan tinta di kertas-kertas putih, tanpa makna dan juga tanpa rasa. Aku ini siapa? Hanya tanah lumpur yang selalu saja dihindari. Aku ini siapa? Hanya dudukan batu hitam, kotor, dan mengganggu. Aku ini siapa? Hanya bisa melihatmu dari kejauhan. Melihat tawamu, bahagiamu, dan ceriamu bila bersama orang lain.  Untuk apa aku ada, bila pada akhirnya kamu harus sembunyi: diam-diam berkata bahwa kamu akan mendatangiku. Apakah itu yang kamu inginkan? Lalu aku ini siapa? Jatinangor, 20 Mei 2015…

  • Sastra dan seisinya

    (si)apa Tuan Merah

    Nyanyian angin bersama alunan merdu rumput, membuat senja ini smakin menjadi-jadi. Burung yang biasanya bersuka cita menyambut senja kini entah kemana. Ada sebilah kaca dan serpihan tanda tanya yang berserakan. Mewarnai atau mengotori (?) Senja tidak selamanya akan indah, begitu kata merpati. Apa yang menurut kita indah belum tentu sama indahnya bagimu. Karna bagaimanapun juga, keindahan akan hadir saat hati, mata, dan pikiran bersama-sama memiliki rasa: iya, itu indah. Begitu juga tentang hal-hal yang biasa kita rasakan: baik, bagus, elok, cantik, tampan.  “Mengapa hanya yang baik-baik saja? Bagaimana dengan sakit? Jelek? Jahat?” Tanya adik dengan penasarannya. “Kau harus tahu bahwa disitu, disitu, dan disitu, ada tuan merah yang selalu menyertai.…

  • Sastra dan seisinya

    Anak Perempuan Ayah

    Pada suatu hari di saat senja bertandang menyambut gelombang rasa, sepasang merpati bersandar di dahan pohon besar: menatap jingganya langit senja. Mereka menikmati keindahan bersama. Saling mengepakkan sayap, berbagi sarang, berbagi harapan, berbagi keindahan, berbagi hari tua: bersama. “Ayah, kalau adik sudah besar nanti, adik jadi apa yaa?” “Loh, memangnya adik ingin jadi apa? Kan cita-cita itu ada banyak. Adik bisa mencocokkan mana yang sesuai sama keinginan dan kemampuan adik.” “Adik gamau jadi apa-apa. Adik cuman ingin hidup tua bersama ayah. Kalau ayah nanti jadi kakek dari anak-anak adik, adik jadi nenek dari cucu adik. Pusing ya yah? Pokoknya gitu deh yah. Kelak di hari tua ayah, adik ingin selalu…

  • Sastra dan seisinya

    Hujan Turun Sepanjang Jalan

    Bel pulang sekolah berdering. murid-murid SMA keluar berhamburan dari kelasnya. Langit tindak berbicara tentang waktu siang. jarum jam sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB dan awan justru menjadi kelabu. kini kulihat warna-warni payung yang indah. ada yang berjalan pelan agar tidak terkena basahnya air hujan. ada yang berlari kecil sambil memercikkan genangan air yang dilewatinya. ada pula yang berdiri dengan payung ditangannya-menunggu seseorang yang dinanti kehadirannya. sedangkan aku, berdiri dan bersandar pada dinding sambil menatap rintik hujan: berharap menggenggamnya. Aku mengeluarkan secarik kertas yang Bunda berikan tadi malam. katanya, “Nak, ingatlah untuk membaca tulisan ini saat kau menatap hujan.” hujan turun sepanjang jalan hujan rinai waktu musim berdesik-desik pelan kembali bernama sunyi kita pandang: pohon-pohon diluar…

error: Content is protected !!