Sastra dan seisinya

Aku, Kamu, dan Senja

Pada suatu sore, aku dan kekasihku: kita biarkan senja menjadi saksi masa kita yang tidak lagi muda.

“Yah, sepi sekali di rumah. sekarang kita hanya tinggal berdua. tidak terasa kita sudah 40 tahun menikah. kulitku tidak lagi mulus seperti dulu. mau makan krupuk saja sudah tidak kuat, jumlah gigiku bisa dihitung dengan jari. ayah masih ingat dulu kita sering menghabiskan waktu bersama dengan jalan kaki. berjalan tanpa mengenal arah dan tujuan. sekadar membiarkan kaki kita terus melangkah. ayah masih ingat? bahkan sekarang, untuk sekadar berjalan dari depan rumah hingga jalanraya saja, aku tidak kuat. kita sudah tidak lagi muda ayah.”

Anak-anak kecil berlari kecil kembali ke rumahnya. burung-burung pipit pun ikut kembal ke sarangnya. matahari sudah mulai tenggelam di ufuk barat.

“Ibu, lihatlah anak-anak kecil itu. lihatlah betapa bahagianya mereka. lari kesana-kemari, berteriak kencang, dan selalu ada senyuman disetiap hari bermainnya. sekalipun terjatuh, mereka akan berpura-pura tidak merasakan sakit dan terus melanjutkan permainan. kita sekarang memang sudah tidak lagi muda, ayah juga begitu. rambut ayah semuanya putih. ibu masih ingat kan bagaimana ayah mengantarkanmu pulang ketika perkuliahan usai? setiap kali ibu memintaku untuk menjemputmu, aku layaknya superman yang datang dengan sangat cepat. masih ingat? ibu tidak perlu cemas. dari 1000 cerita dengan 900 kecemasan maka yakinlah bahwa kecemasan itu adalah apa yang kita buat sendiri, kita besar-besarkan, kita biarkan hingga kecemasan itu terus menghantui pikiran kita. anak-anak itu juga nantinya akan keriput seperti kita. semua manusia pasti mengalami tahapan prosesnya. ibu begitu juga ayah, tidak perlu mencemaskan hal-hal semacam ini. sekarang ini, kita menyaksikan senja setiap harinya. kita hanya perlu memanfaatkan waktu kita yang mungkin tidak akan lama lagi bu. perbanyaklah melakukan kebaikan. sekalipun berbeda ruang, sapalah anak cucu kita dengan senyuman hangat.”

ibu terdiam. terus menatap senja dengan tegar. kini matanya sudah berkaca-kaca.

“Ibu ingin tahu sesuatu?”

“Apa yah?”

“Saat-saat seperti inilah yang sangat kurindukan. menghabiskan waktu di teras rumah: menyaksikan senja hanya berdua denganmu.”


Jatinangor, 22 Juni 2015
14.15 WIB

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!