Sastra dan seisinya

Hujan Turun Sepanjang Jalan

Bel pulang sekolah berdering. murid-murid SMA keluar berhamburan dari kelasnya. Langit tindak berbicara tentang waktu siang. jarum jam sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB dan awan justru menjadi kelabu. kini kulihat warna-warni payung yang indah. ada yang berjalan pelan agar tidak terkena basahnya air hujan. ada yang berlari kecil sambil memercikkan genangan air yang dilewatinya. ada pula yang berdiri dengan payung ditangannya-menunggu seseorang yang dinanti kehadirannya. sedangkan aku, berdiri dan bersandar pada dinding sambil menatap rintik hujan: berharap menggenggamnya.

Aku mengeluarkan secarik kertas yang Bunda berikan tadi malam. katanya, “Nak, ingatlah untuk membaca tulisan ini saat kau menatap hujan.”

hujan turun sepanjang jalan
hujan rinai waktu musim berdesik-desik pelan
kembali bernama sunyi
kita pandang: pohon-pohon diluar basah kembali

tak ada yang menolaknya. Kita pun mengerti, tiba-tiba
atas pesan yang rahasia
tatkala angin basah tak ada bermuat debu
tatkala tak ada yang merasa diburu-buru

(Sapardi Djoko Damono, 1967)

Lalu aku tersenyum. kudekati hujan, kubiarkan telapak tanganku disentuh rintiknya, dan kupejamkan mata: merasakannya.
“Iya  Bunda, Kau benar.”

Jatinangor, 17 April 2015
10.15 WIB

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!