Sastra dan seisinya

tertawan

akhirnya aku tahu bagaimana rasanya-ketika banyak yang menyebutnya sebagai “tertawan”. saat aku dan temanku. sebagai orang yang pertama kali. mewujudkan rasa ingin tahu. memburu waktu sholat maghrib. mengejar agar tidak sampai pada keterlambatan.
adzan berkumandang. dan hari ini kita berbuka yang benar-benar sebagai pembuka. awal ramadhan.
bis belum juga datang. atau mungkin memang tidak akan datang. sudah hampir stgh jam kita menunggu. dan akhirnya terbentuklah sebuah keputusan. tak ada bis, elf pun jadi! batin kita.
hingga akhirnya dengan percaya diri, sebagai anak cucu yang untuk pertama kalinya menaiki elf- kendaraan “murah” yang selalu penuh sesak tak hanya dengan orang namun juga asap rokok yang berstatus tidak tahu malu menyelinap ke paru-paru.
sangat cepat memang. saking cepatnya, aku sendiri mampu merasakan angin yang saling beradu. kencang!
sang kondektur pun meminta uang ongkos. tanda untuk penumpang agar segera merogih saku ataupun dompet.
aku dan temanku. cukup 10 ribu. bukankah memang begitu? ya itu pesan dari bapak gorengan. 5 ribu per orang.
“loh neng, 15 rebu.”
tanpa basa basi, temanku menyodorkan uang 5 ribu. “oh jadi per orang 7500” batin kita.
“nengnya mana?” sambil menatapku dan mengarahkan tanganya kepadaku.
“itu udah buat berdua.” jawabku
“15 ribu per orang.” muka datar-dia.
“kan biasanya juga 5 ribu.” dengan percaya diri dan sedikit kesal.
“iya sekarang 15 ribu. bulan ramadhan.” jawabnya dengan nada santai dan memaksa.
kali ini aku yakin, kata-katanya dan nadanya, itu benar-benar paksaan.
aku tertawan.
oh tidak. harganya sudah menyandingi harga travel dari jatinangor-Bandung.
baik. hari ini-untuk pertama kalinya-di awal bulan Ramadhan. ahh, kenapa kamu begitu tega menjadikan Ramadhan ini sebagai tersangka? menyudutkannya hingga kamu membutakan mata agar penghasilanmu bertambah. mungkin aku terlalu egois, atau aku terlihat tidak menghargai jerih payahmu di bulan ini. saat semuanya merasakan kerasnya tarikan nafsu dan pertahanan jiwa. sama! aku, kamu, kita, orang lain juga merasakan yang sama.
tapi aku mohon. satu permintaanku. jangan pernah menyudutkannya atau bahkan menyalahkannya- bulan Ramadhan.
hei dia tidak tahu apa-apa. bukankah dia sudah terlalu banyak memberikan hadiah? seperti harta karun yang hanya dibagikan sekali dalam setahun. tapi kamu masih tega berbuat demikian.
menyudutkannya. membuatku-dan beberapa orang lainnya tertawan.
Sumedang, 29 Juni 2014
23.22 (UT+7)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!