Sastra dan seisinya

Angin dan Rumput

“hai aku angin. salam kenal.”
cukup sampai disitu pembicaraan kita hari ini. sebatas perkenalan tanpa sebab dan kamu sama sekali tidak mempedulikanku.
aku rumput. aku yakin tanpa sadar kamu sering sekali menemuiku. iya walaupun kamu tak mempedulikanku, tapi tahukah kamu bahwa aku selalu menyapamu?
rumput. kamu pasti paham betul bagaimana sifatku. kuat. kokoh. sekalipun ada badai yang menerjang, dia tetap saja mampu menegakkan dirinya. ya begitulah aku.
akhir-akhir ini aku memikirkan angin. mungkin karena perkenalanku dengannya yang tak begitu baik. dengan angin yang seketik mudah datang dan pergi. seakan-akan egois menganggap dirinya paling berharga. ah jahat sekali kau angin!
kamu tahu? aku pernah memikul beban diterjang banjir dan badai. tapi kamu sebagai angin yang katanya hebat, yang katanya sebagai pelindung, nyatanya aku tidak sepakat. bagaiman bisa kmu membiarkan kaum rumput sendiri?
kemana peran kaum angin?
sepertinya dunia ini sudah kacau meracau. kaum angin yang kuat dan gagah berani, pergi entah kemana. seolah-olah tak peduli dan tak mau melihatku lagi. bukankah rumput selalu menjadi penghias? dan kamu tak ingin menjagaku atau bahkan melindungiku?
sepertinya dunia ini memang sudah kacau meracau. tak peduli dan tak mau mengerti.
Bandung, 28 September 2014
16.24 (UT+7)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!