Sastra dan seisinya

Perempuan-Perempuan Pada Masanya

Pada masanya, perempuan-perempuan sendiri akan memilih kesendiriannya dan bangga dengan pilihannya itu.

Pada masanya, perempuan-perempuan yang dilirik akan tetap bertahan tanpa meliriknya kembali, meski ia tau bahwa yang meliriknya adalah surga dunia.

Pada masanya, perempuan-perempuan yang sibuk akan semakin menyibukkan dirinya agar tidak terlena dengan kesibukkan yang memercikkan api neraka.

Seperti Rumaisha Ummu Sulaim. Ketika hidayah itu sampai padanya. Ia menjadi teguh dengan hidayah itu. Meski suaminya menuduh dan mencelanya, namun ia tak bergemjng sedikit pun. Serta anaknya, Anas bin Malik, yang masih kecil menyaksikan pertengkaran ayah ibunya. Hingga akhirnya, Malik, suaminya pergi meninggalkan rumah dalam keadaan marah. Saat itulah ia wafat setelah bertengkar dengan musuh lamanya di jalan.

Bisa jadi, mungkin jika Ummu Sulaim tidak teguh dengan pendiriannya, suaminya tidak akan mati. Namun jika tidak demikian, Anas tidak juga akan menjadi pelayan Rasul dan menjadi perawi banyak hadits.

Suatu hari, datanglah Abu Thalhah. 1ia pun melalamar ummu sulaim. Kamu tau? Abu talhah, lelaki Anshar paling kaya di madinah itu, ia tolak begitu saja. Alasannya satu: tidak seiman.

Meski begitu, abu thalhah tetap mengiming-iminginya dengan perhisan, permata, dan harta dunia. Sekali lagi, ummu sulaim menolaknya. Sampai ia berkata,”demi allah, tidak ada seorang sepertimu yang pantas ditolak lamarannya wahai abu thalhah. Akan tetapi engkau adalah seorang lelaki kafir sedangkan aku adalah wanita muslimah. Aku tidak halal menikah denganmu. Apabila engkau masuk islam itulah mahar untukku. Aku tidak minta yang lain darimu.”

Dengan jawaban ummu sulaim itulah, abu thalhah justru semakin mantap karena ia yakin perempuan ini bukanlah perempuan sembarangan yang bisa digoda dengan kemewahan dan akan memahami kewajiban-kewajbab atas dirinya sebagai istri.

Di zaman jahiliyah, istri hanya sebagai pelampiasan nafsu suaminya. Maka sungguh abu thalhah pun sudah terlihat bahwa ia adalah lelaki baik. Dan saat itu juga dengan gemetar abu thalhah berkata,”aku mengikuti apa yang engkau yakini. Aku bersaksi tiada tuhan selain allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Mungkin jika ummu sulaim tidak teguh dengan keimanannya, abu thalhah akan menganggap ummu sulaim perempuan biasa-biasa saja. Atau mungkin jika ummu sulaim menolaknya tanpa alasan dan syarat, tidak ada cerita bahwa mahar ummu sulaim adalah yang paling baik maharnya.

Pada Masanya, akan ada lelaki yang menyatakan perasaannya pada perempuan. Entah dalam bentuk bagaimana dan maksud seperti apa, perempuan yang akan menentukan. Sedangkan waktu akan terus membersamai sekaligus menjadi saksi keteguhan perempuan-perempuan beriman.

Kelak, mahar apa yang akan kamu tentukan? Semuliakah layaknya Ummu Sulaim? Sedangkan lelaki itu, sebaik Abu Thalhah kah yang menghormati keputusan Ummu Sulaim?

Wallahu a’lam…

Jakarta, 17 Februari 2019

07.50 wib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!