Sastra dan seisinya

(Me)Pengaruh(I)

Photo by Snapwire on Pexels.com

Apa yang membuat kini banyak sekali perempuan dengan bangga mengatakan bahwa dirinya adalah muslimah feminis?

Jujur buatku, ini justru lebih membahayakan. Bisa jadi dia tidak betul2 paham tentang paham feminise itu sendiri atau bahkan agamanya sendiri.

Akhir-akhir ini seringkali muncul di dunia medsos tentang berbagai argumen mereka ttg paham feminisme, atau malah paham ttg muslimah feminis. Yang jelas dulu RA kartini meng-emansipasikan wanita sebatas dari sudut ingin memajukan dari segi pendidikan dan tidak semena-mena dijajah karna berbatas gender perempuan. Mungkin, dari kita sejak emansipasi itu mulailah keinginan2 emansipasi lainnya. Seperti keinginan agar tidak dipermasalahkan tentang keotoritasan tubuh perempuan namun ingin diakui penuntutannya jika tidak sesuai dengan keotoritasan tubuh perempuan itu sendiri. Kesannya memang feminis itu ebegitu indahnya dimata perempuan, karna perempuan jadi punya hak dan berlandaskan hukum. Namun, ternyata jika ditelisik lebih dalam, hak-hak otoritas feminis ini mau bagaimanapun juga tidak bisa selaras dengan nilai-nilai agama idlam yang sudah jelas tertulis dalam quran dan hadits.

Contoh: dalam islam sudah jelas bahwa melakukan hubungan seksual jika belum menikah maka itu zina. Zina itu haram. Haram itu dosa jika dilakukan. Dosa maka ke neraka. Nah kalau hukum berdasaran otoritas feminis, perempuan melakukan hubungan seksual pada siapapun itu sah, yg penting suka sama suka. Misal pekerja PSK. Nah perempuan bisa menggunakan haknya ketika misal, saat hubungan seksual tidak berdasarkan kesepakatan, lelaki tidak menggunakan alat penghalang, maka perempuan bisa menuntut haknya. Ini memang menguntungkan. Jelas, tapi menguntungkan bagi pelaku zina.

Balik lagi, jadi paham feminis ya sendiri, nilai agamis ya sendiri. Ga ada ceritanya diselaraskan begitu. Bahayanya jika ada seseorang muslim dengan bangga mengatakan dirinya muslimah feminis, dia sama aja menjadi ya istilahnya ‘becking’ an kaum isme2 lainnya. Karena merasa ternyata dari nilai agama juga sah2 aja tuh.

Seneng yang begitu?

Naudzubillah..

Coba kita bahas sedikit, sejak dulu islam datang, perempuan juga ga dilarang2 buat ikut perang. Udah emansipasi kok. Belajar berkuda boleh, ikut perang bisa, bahkan sosok2 ulama hebat lahir karena madrasah ibu2nya yg mendidik mereka. Meski begitu, perempuan dan laki2 masing2 punya ranahnya sendiri. Ya kayak toilet laki2 dan perempuan, masing2 punya tempatnya sendiri.

Coba lihat ummu umarah, beliau perempuan, ikut perang Uhud sampe akhir belain Nabi, ampe luka tusuknya banyak banget dalem2 pula, itu kenapa dibolehin ikut perang? Soalnya beliau janda dan anak2nya udah gede, mereka pun ikut semua ke medan perang. Kebayang kan kalau anak2nya masih kecil masih ada suami eh istrinya ini ngotot pengen ikut perang, siapa yang nanti bakal ngedidik anak2nya nanti, mendampingi suami? Sepenting itu perempuan dimuliakan sosoknya untuk keluarganya lebih dahulu. Kalau sudah punya keluarga baru kerasa betapa pentingnya sosok ibu di rumah. Hehe.

Selain itu.. ga muluk-muluk sih. Perempuan itu selalu punya hasrat untuk melampiaskan suaranya. Entah dalam bentuk bicaranya, tulisannya, pokoknya dalam sehari harus dikeluatin semua bicaranya itu. Makanya ga heran kalau selalu ada tongkrongan pojokkan perkumpulan ibu2 beli sayur sambil ngegosip, atau status story pasti kebanyakan perempuan dari yang masih single sampe emak2, semua dikuasai kaum perempuan. Kebayang kenapa fatimah, putri rasul, yang sedemikian bijaknya dan wanita trladan sepanjang masa, ga dijadiin pemimpin sama rasul. Atau bahkan setelah rasul wafat bukan Ali yang jadi khalifah selanjutnya. Disamping Ali yang masih muda dan rasul tidak mau mencontohkan memilih kepimpinan berdasarkan keturunan, meski akhirnya fatimah berkoar-koar disisa hidupnya karena merasa tidak adil. Kisah selebihnya boleh baca di pengangkatan khalifah abu bakar ya.

Atau juga seperti aisyah, istri nabi, yang dengan mudah dipengaruhi oleh muawiyah untuk berperang melawan ali bin abi thalib, menantunya sendiri, yang sudah jelas titel ahlul baitnya. Meski begitu, teyap saja qodrah nya perempuan itu banyak bicara nya. Jadi jangan heran kalau perempuan akan selalu punya banyak cara untuk mempengaruhi dan dipengaruhi.

Astaghfirulloh…

Inni a’udzubillahi minasyaithonnirrojiim..

Lembang 12 april 2019

09.10

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!