16 Juni
“……kamu lagi ngapain? sehat kan? sehat iman?”
pertanyaan-pertanyaan itu sering terlontar diantara kita. antara aku dan kamu.
kamu masih ingat awal perjumpaan kita? jujur saja aku lupa. aku memang tak pandai mengingat kapan sebuah momen itu terjadi atau bahkan mengingat nama sesorang saja cukup sulit bagiku. yang aku ingat hanyalah dimana awal perbincangan kita saat aku dan kamu sama-sama sedang merajut nama dan logo angkatan sebagai salah satu tugas ospek mahasiswa baru dulu. apa kamu ingat?
awalnya aku tak mengira kalau sekarang kita akhirnya bisa saling berbagi. aku pun tak ingat kembali bagaimana kelanjutan dari kisah awal mula perkenalan kita saat itu. mungkin bagimu tak penting. walaupun sampai sekarang aku masih bersikeras untuk mengingatnya dan sayangnya tak kutemukan.
kamu masih ingat saat aku merasa terkucilkan dan sempat putus asa sebagai orang yang tinggal di dunia yang baru? dunia yang belum aku kenal. aku meluapkan semua rasa kesalku. dan itu untuk pertama kalinya aku menangis di dunia yang baru ini.
kalau aku adalah layang-layang maka kamu adalah senarnya. mungkin itu hanya sebagian kecil saja yang dapat kuanalogikan. kalaupun aku terbang bebas, itu tak lepas karena bantuan senar. seandainya tak ada dirimu, mungkin aku tak akan se-riang sekarang. menjalani kehidupan di dunia yang baru dan aku tetap mampu menegakkan diriku disini.
kamu masih saja sabar menghadapiku. padahal kamu tahu bahwa aku cukup tegas akan banyak hal. mungkin sejak kecil aku tak terbiasa dimanja. sehingga ketika sakit, tak akan banyak orang yang bertanya atau pun memperhatikanku. tak heran jika aku juga kurang pandai untuk berkata,”kamu sakit apa? mau aku anter ke dokter?mau aku belikan obat?”
kadang lucu juga ketika aku mendengarmu mengatakan hal ini kepadaku. walaupun aku sakit, aku hampir tak pernah ditanya seperti itu. sejak aku kecil.
yah kamu memang terlalu sabar. aku yang kadang cukup egois dan tidak suka banyak tanya. dan kamu tak pernah lelah untuk bertanya dan bertanya, meski itu untuk menanyakan kondisiku ataupun wajah kusutku.
kamu memang terlalu peka akan banyak hal. dan karena kepekaan mu itulah aku-untuk pertama kalinya tegas dalam hidupku. cukup menantang memilih jalan ini. saat namaku dan namamu-yang kini mungkin sedang dibicarakan oleh banyak orang. dan apapun itu, aku masih dengan diriku yang sekarang. kita banyak memegang hal yang sama.
aku banyak belajar darimu. bagaimana cara memperhatikan orang, bagaimana cara mendekati orang, belajar peka, yah banyak sekali. dan kalau boleh jujur, aku sekarang tahu betapa pentingnya sebuah “perhatian” untuk orang-orang disekitar kita walau itu hanya sekadar menyapa.
aku bersyukur karena disini aku dapat mengenalmu. aku bisa berbagi cerita denganmu. begitu juga dirimu.
aku dan kamu. kita saling mengingatkan saat aku atau pun kamu mulai sedikit berubah dan mungkin mulai sedikit berbelok dari jalan kita yang lurus. jalan sang mahakuasa.
tetaplah untuk saling mengingatkan disela-sela kesibukan dunia. karena itu mungkin ujian ataupun cobaan.
terimakasih untuk banyak hal yang telah kamu perbuat. kuharap pertemanan kita tetap berlanjut untuk sampai di jannahNya.
tentu saja aku yakin, mimpi-mimpimu yang kamu lukis di langit, satu persatu akan terwujud. dan aku akan mwnjadi saksi keterwujud-an itu.
Sumedang, 16 Juni 2014
23.27 (UT+7)
“aku dan senarku”
untukmu yang pernah terlahir di tanggal ini.
Tiffany Hanik Lestari