-
langit tak pernah membenci angin
“terserah apa katamu. terserah apa maumu. mau aku jelek atau pun buruk rupa, setidak nya aku memesona di hadapanNya” katamu. “hei kamu. disini aku juga punya sesuatu. mungkin sesuatu yang tidak kamu miliki. aku memang tak sempurna. siapa bilang kalau aku serba tahu. kamu terlalu banyak berharap padaku. atau aku yang meremehkanmu?” kebodohanku. “sedangkan aku berada di tengah langit dan angin. entah abu atau hitam. sama-sama tak dapat kumengerti. walau sudah dipaksakan tetapi tetap saja sama. kamu boleh beri sebutan untuk itu. padahal langit tak pernah membenci angin” antara-katamu dan-kebodohanku. sebut saja apapun itu! kupikir sebenarnya kita sama. untuk apa saling membenci? Sumedang, 13 Juni 2014 16.59 (UT+7)
-
untukmu
belajarlah dalam kesabaran Ayub berjalanlah bersama keberanian Ibrahim Bacalah semesta melalui kecerdasan Sulaiman taklukan angkuh dunia dengan ketangguhan Musa himpunlah semua kebijaksanaan Yakub katakanlah kebenaran semerdu suara Daud kasihilah sesama sepenuh cinta Isa lalu masukilah kebeningan dirimu bersama ketakwaan Muhammad -Fahd Djibran “Perjalanan Rasa”
-
Flip Flop
flip flop kubiarkan kamu meloncat. menari kesana kesini. berpindah dari yang satu ke yang lain. antah berantah. tersebar. berserakan. sekalipun kamu jauh, aku tetap disini. flip flop kamu seperti orang-orangan di membran sel. kusebut flip flop karena kamu suka sekali berpindah. kupikir kamu juga begitu. senang atau pun sedih, kamu masih mampu untuk berpindah. flip flop. sekiranya aku bercerita dan kamu tidak mendengarkannya, kuyakin kamu pasti memahami. mungkin kamu tidak suka dengan diriku atau kamu berusaha untuk menyukaiku. dalam hal apapun. hei tak usahlah kamu berpikir jauh-jauh. ini untuk kamu yang merasa saja. entah adam ataupun hawa. terserahlah. kuharap flip flop yang kamu lakukan segera berakhir. Sumedang, 10 Juni 2014…
-
Cahaya Rindu
bertanya pada sesuatu yang tidak pasti. memahami sebuah arti. sebenarnya definisi rindu itu seperti langit yang tak pernah membenci angin. aku yakin sejauh apapun kita merindukan seseorang, tak pernah seperih kita merindukan sang pembawa cahaya. cahaya pemecah kegelapan. hei kamu, apa saja yang kamu lakukan untuk memeluk rindu? kalaupun rindu itu perih, apa kamu berani untuk berbicara? kupikir pasti kamu hanya membiarkan penamu menari diatas kertas. atau mungkin hanya aku yang seperti itu. untukmu, apa kamu merasakan apa yang saat ini sedang kurasakan? apa kita saling memeluk rindu walau kita berada di dimensi yang berbeda. ada orang-orang langit didekatku. aku bersyukur masih bisa merasakan rindu pada sang pemecah kegelapan. sang…
-
sendu
hari ini hujan. jatuhnya air dapat kurasakan. apa mungkin langit hari ini mendung seperti diriku yang saat ini sendu? kupikir semua rasa itu sama. kamu boleh saja mengelompokkannya. hanya ada dua. semua rasa itu senang atau sendu. aku pilih yang kedua. kamu pikir enak berada didalam rasa yang sama? apalagi semua rasa yang kuanggap tak berarti. sempat kuberpikir jahat. lebih baik aku merasakan hampa. aku jatuh didalam laluku. aku kacau dalam hariku. aku bodoh untuk esokku. sekali aku berpikir seperti itu, dan teguran pun datang,”istighfar untuk yang lalu, syukur untuk hari ini, doa untuk esok.” terimakasih untukmu yang membuat hari ini penuh rasa. walau sampai sekarang belum dapat kupahami kapan…
-
Gusar
boleh tidak jika aku berpura-pura untuk tidak tahu? atau kamu memang sengaja selalu menyebut namaku? berlari ke arahku? kau tanyakan semuanya kepadaku? aku yakin karena kamu kira aku akan melakukan apa saja untukmu. boleh aku mengeluh? aku tahu itu yang tidak boleh dilakukan. kata ibu, dulu ada perempuan di zaman nabi yang ketika di majelis pipinya tiba-tiba menghitam. ketika ditanya mengapa bisa terjadi seperti itu, inilah kelemahan kaum hawa. salah satu hal yang menyebabkan neraka dipehuni oleh kami. kaum hawa. senang sekali mengeluh. menyebutkan retorika-retorika yang melelahkan. lancar saja bicaranya. pantas saja kaum hawa tak pernah bosan untuk bicara. ternyata bukan berarti kotak suaranya yang besar seperti spongebob namun diam…
-
Terpaan angin
Aku diterpa angin. Tidak, angin lah yang menerpaku. Kita saling beradu, aku menyalahkannya dan dia menyalahkanku. Tak Ada ujungnya. Aku tersenyum. Mungkin jika ini tak terjadi aku akan bosan dan melupakan angin. Aku tersenyum kembali. Jarum jam berdetak, tik tok tik tok. Bahkan jantung pun tak mau kalah. Ada yang beda. Detaknya begitu kencang, sama seperti saat aku membaca namanya. Hanya sekadar nama dapat membuatku terhenti dari segala aktivitas. Setajam itukah penglihatanku? Atau mungkin namanya telah diberi bumbu bumbu penyedap sehingga aku seolah mati kaku membaca namanya? Beribu pertanyaan kubuat dan kurangkai satu persatu. Aku tak mau menyalahkan diriku sendiri. Ya karena ini bukan salahku. Angin kembali menerpaku. Bukan salahku…