Sastra dan seisinya

Pelangi

kadang warna bisa saja menjadi bias tak menentu arahnya. kadang juga warna tak menjadi sebuah warna, hanya hitam dan putih yang tergambar. seharusnya kamu bersyukur bisa dengan bangganya menyebut hijau, biru, kuning, jingga, atau apalah yang seringkali kau sebut saat pelangi datang. mungkin aku hanya menjadi bayangan yang terlihat saat matahari hadir, saat cahaya menyinari, jika tidak ada, lalu aku ini (si)apa?

barangkali dunia memang suka dengan pernyatan hukum timbal balik. jika aku begini padamu, maka ada kalanya aku akan mendapat perlakuan yang sama persis saat aku memperlakukanmu sedemekian rupa. apa mungkin beginilah cara kerjanya? dia tidak sekadar menyaksikan, tapi juga bekerja. iya, benar-benar bekerja dan kamu tidak menyadarinya.

tidak ada arti kesempurnaan jika kamu mengharapkannya. tidak ada arti keserasaian jika kamu memaksanya. pelangi hadir bukan karena ingin mempertontonkan kecantikannya. ia datang dengan sendirinya. karena pada kenyataannya ia akan selalu ada untuk hujan.

walaupun aku ini bukanlah perempuan agung, perempuan istimewa, atau apalah sebutanmu untuk perempuan yang kamu idamkan, semoga ini tidak berlaku layaknya cara kerja dunia.
aku hanya ingin seperti pelangi. hadirku selalu ada untukmu.

tidak jauh berbeda bukan?

Jatinangor, 25 Februari 2015
12.57 WIB

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!