Lupa
belum lama kita berpisah semenjak pertemuan pertama kita tadi, aku sudah melupakan apa saja yang telah kita obrolkan. mungkin pesonamu membuatku lupa akan banyak hal. lupa bagaimana cara mesin di otak bergerak bahkan lupa bagaimana bibir ini bergerak mengucap namamu.
jejak-jejak yang kita buat nampaknya sudah terhapus oleh rintik hujan sore ini. sekalipun aku mencarinya tapi tetap saja tak ada yang tertinggal. semakin lama hujan, semakin banyak kesempatan bagi angin dingin yang ikut menyelinap di celah ingatanku. berusaha menghapus segala hal yang berhubungan dengan ‘cara’. ah aku benci mengatakan ini. aku mudah sekali lupa.
jika aku boleh memberikan pembelaan, aku tidaklah beda denganmu. kita sama-sama manusia bukan? makhluk paling pintar yang diciptakan oleh Tuan Semesta. dengan caraNya kita bisa ada disini. kita memang pintar. kita kuat. kita punya akal, aqidah, dan akhlak. tapi Tuan Semesta memberikan satu hal yang sulit sekali dilawan: Lupa.
manusia itu tempatnya salah dan lupa, begitu kata utusan Tuan kita. iya memang benar. namun bukan berarti boleh terlena dan seenaknya membenarkan diri saat lupa. seolah-olah lupa adalah sahabat terbaik. kuharap kita tidak membiarkan hal itu terjadi.
kamu tahu mengapa aku menuliskan hal ini? mengungkit-ungkit apa sebenarnya ‘Lupa’ itu?
ada hal yang aku takutkan.
kamu tahu apa itu?
sungguh aku takut lupa bagaimana cara awal perkenalanku denganMu. takut lupa bagaimana cara aku menyapaMu. takut lupa bagaimana cara aku mendekatiMu. takut lupa bagaimana cara aku mendapat perhatianMu. semuanya yang aku takutkan adalah perlahan lupa akan tentangMu.
tidak akan kubiarkan ini terjadi
Jatinangor, 20 September 2014
21.51 (UT+7)